top of page

Gowes Onthel Ziarah Spoor - SCS Tegal ( Nostalgic Old Bicycle & Railway Pilgrimage Journey )

  • Admin
  • Mar 13, 2017
  • 5 min read

Mengaktualisasikan semangat 150 tahun Perkeretaapian Indonesia di tahun 2017 ini, kami mengadakan Gowes Onthel Ziarah Spoor - SCS Tegal, 11 – 12 Maret. Gowes Onthel Ziarah Spoor memadukan dua sarana transportasi sarat sejarah minim emisi, yaitu kereta api dan sepeda tua. Komunitas Sepeda Onthel Fajar Sehat Tegal memberikan andil sangat besar dalam perjalanan napak tilas itu. Komunitas yang mayoritas diisi oleh generasi lanjut usia ini ini, seolah memberikan refleksi semangat kota Tegal tak lekang ditelan zaman.

Aksi nyata sederhana peziarahan kereta api unik ini bertujuan mengambil inspirasi kehadiran Samarang Cheribon Stoomtramm (SCS) Maatschappij, pada akhir abad ke-19 silam, di kota Tegal. Perlu diketahui, NV Samarang Cheribon Stoomtramm Maatschappij didirikan pada 9 Februari 1895, sebagai badan usaha swasta era Hindia Belanda. Awalnya, SCS mengelola trem uap di pesisir utara Jawa Tengah yang menghubungkan Cheribon West (kini Cirebon Prujakan) hingga Samarang West (kini Semarang Poncol). Operasional administrasi dan non-administrasi SCS sendiri berpusat di Tegal.

Hari 1, Sabtu, 11 Maret 2017 Menggunakan KA Tegal-Ekspres no 212, kelas ekonomi dari Stasiun Pasar Senen Jakarta, kami menapaktilasi jejak peradaban SCS dari Cheribon West (sekarang Cirebon Prujakan), Losari, Tanjung, Brebes, hingga berakhir di Tegal. Dari balik kereta, kita saksikan gudang stasiun Cirebon Prujakan yang masih dioperasikan untuk angkutan semen. Stasiun Cirebon Prujakan sendiri masih setia melayani penumpang kereta api kelas ekonomi lintas utara dan selatan Jawa yang singgah di Kota Udang tersebut. Sementara eks Balai Yasa mekanik SCS kini masih dipergunakan dan kini diperlengkapi sarana modern.

Kereta tiba di Stasiun Besar Tegal sekitar pukul 13.15 wib.

Tak jauh dari stasiun Tegal, Warung Makan Pi’an, warung makan legendaris sejak 1926 di Jl Kol. Sudiarto No.25 menyambut kehadiran kami. Tampak eks Kantor Pusat SCS di belakang Warung makan Pi'an. Perjalanan dilanjutkan dengan menikmati sayur asem beserta peyek udang, ikan bandeng goreng, tahu dan tempe kemul (seperti tempe mendoan, tetapi dengan ukuran lebih kecil) serta teh khas Tegal penghilang dahaga bersama Bapak H Saefuddin Zuhri (anggota Komunitas Fajar Sehat Tegal) di Warung Makan H. Ahmad, sekitar jalan Pemuda, Tegal.

Usai beristirahat sejenak di Sekretariat Komunitas Sepeda Onthel Fajar Sehat Tegal, dengan sepeda Raleigh dan Phoenix, petangnya kami menziarahi semangat SCS Tegal yang masih hadir memberikan ruh bagi perkembangan kota ini.

Menara air PDAM Kodya Tegal , diresmikan 5 Maret 1932, masih kokoh berdiri mengarungi waktu.

Berikutnya Gedung Biro, atau eks Kantor Pusat Samarang Cheribon Stoomtramm Maatschappij di muka Stasiun Tegal. Inilah kantor pusat SCS bersejarah karya arsitek Ir Henricus Mclaine Pont, diresmikan penggunaannya pada 1 Januari 1916. Sangat disayangkan, gedung yang telah selesai direnovasi oleh PT Kereta Api Indonesia (persero) pertengahan 2015 ini masih dikelilingi pagar seng, padahal pesona senja gedung tersebut menakjubkan.

Temaram senja Stasiun Tegal bersama sepeda onthel tak luput kami nikmati pula. Andai saja ratusan sepeda onthel terparkir rapi di halaman Gedung Biro dan stasiun Tegal saat ini.... Menambah suasana klasik alamiah di stasiun hasil renovasi tahun 1897 ( sebelumnya adalah stasiun trem ), kemudian menjadi stasiun kereta api milik SCS yang diresmikan diresmikan pengoperasiannya 1 Mei 1918.

Sepeda kami arahkan ke Jl Semeru, sebelah barat Stasiun Tegal, lokasi kompleks eks Balai Yasa SCS Tegal berada. Inilah fasilitas perawatan perbaikan kereta terbesar milik SCS pada masanya. Kini dikelola oleh PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 4 Semarang. Lokomotif uap C 1414 non-aktif menyambut kehadiran belasan anak - anak berfoto bersamanya di gerbang masuk Balai Yasa Tegal Sabtu sore itu.

Kupat Blengong Mas Nanang, Jalan Sawo, barat perumahan Baruna Asri, Tegal Barat jadi menu santap malam lesehan kami bersama rekan Ahmad Yanusama atau akrab disapa Bang Ucok, koordinator touring serta Bapak Chaerudin, Sekretaris Jenderal Komunitas Fajar Sehat. Blengong adalah hasil persilangan itik lokal dan itik manila. Opor ketupat lauk sate blengong bakar, tulang muda blengong, atau blengong ungkep bagi kami tergolong menu aneh unik. Hanya tersedia di daerah itu sore hari.

Puas menikmati Kupat Blengong Mas Nanang, kami meluncur ke seberang Gereja Santo Pius - Tegal, gereja katolik tertua di kota ini. Kami berbincang seru tentang warisan sejarah Tegal dan kereta apinya bersama Luki, salah satu anggota muda Komunitas Fajar Sehat Tegal sambil menikmati kopi hitam panas, combro, serta tempe kemul hangat.

Kami menghabiskan malam di Sekretariat Komunitas Sepeda Onthel Fajar Sehat Tegal mengakhiri hari pertama Gowes Onthel Ziarah Spoor - Tegal.

Hari 2, Minggu 12 Maret 2017

Pukul 04.00 WIB bangun pagi, jalan kaki sejenak sejauh +/- 2 km dari tempat kami bermalam ke Pasar Pagi Tegal, Alun - Alun Kota Tegal, Stasiun Tegal, dan kembali ke Sekretariat Sepeda Onthel Fajar Sehat - Tegal. Untuk pemanasan sebelum bergowes onthel kembali.

Bersama Bapak H Saefudin Zuhri, kami bersepeda menuju Alun - Alun Kota Tegal bersilaturahmi dengan anggota lanjut usia Komunitas Sepeda Onthel Fajar Sehat - Tegal. Banyak warga Tegal menggunakan kesempatan berolahraga pagi di area publik tersebut. Belasan sepeda tua milik anggota komunitas tersusun rapi. Kami saling berkenalan. Anggota tertua komunitas tersebut adalah seorang kakek berusia 85 tahun. Beliau antusias sekali menceritakan pengalamannya bersepeda onthel sejauh 25 km dari Tegal menuju Waduk Cacaban, Slawi. Pelajaran menarik kami ambil di sini, meskipun dalam kesederhanaan semangat sepeda onthel, semakin lanjut usia, mereka semakin menjadi. Menjalani masa senja dengan pikiran positif bagi kesehatan jasmani rohani, tidak pernah merasa kesepian, ...dan teristimewa semangat sepeda onthel terbukti nyata membangun kota Tegal dan Nusantara.

Kupat Kampung, depan Hotel Semeru, Jl A. Yani, tersaji sebagai menu santap pagi kami. Sederhana sekali. Opor ketupat berhias mie, potongan kerupuk, irisan bawang goreng, lauk tempe dan tahu kemul ( lagi..) serta segelas teh panas tawar kental khas Tegal.

Kunjungan berikut Gowes Onthel Ziarah Spoor adalah Pasar Pagi, Jl. A. Yani, Tegal. Dua bangunan serupa benteng bundar kembar di muka pasar menarik perhatian kami. Menurut Bapak H Saefudin Zuhri, benteng bundar kembar tersebut adalah sisa bangunan pasar lama yang masih dipertahankan. Kesibukan pedagang komoditas hasil pertanian ada di belakang menempati bagian lama pasar.

Peziarahan berikut, kelenteng tertua di Tegal, Tek Hay Kiong, Jalan Gurami No.2, kawasan Pecinan. Tak jauh dari situ terletak Pokanjari, Pondok Makan Jalan Teri, sebuah area kuliner malam sepanjang Jl. Teri, berlatar belakang bangunan Pecinan tempo doeloe. Sepanjang Jalan Gurami - Jalan Udang, belasan bangunan Pecinan masa silam kami jumpai termasuk rumah burung walet, dan Bioskop Riang Tegal yang sudah tidak beroperasi lagi.

Sepeda kami kayuh ke Jalan Pemuda no 7 Tegal, di mana saksi sejarah teknologi metalurgi pendukung material komponen jembatan serta kebutuhan sarana prasarana kereta api lainnya era Hindia Belanda berada. Sebelum nasionalisasi dikenal sebagai NV Bratt, kini PT Barata Indonesia cabang Tegal.

Cuaca pantai utara Jawa pagi itu mulai panas. Kami malah bersemangat mengarahkan sepeda ke Pelabuhan Tegal. Pada masa jayanya, armada kereta api SCS hilir mudik di pelabuhan ini. Tak sejengkal sisa rel ke pelabuhan dapat kami temukan. Sisa kompleks pergudangan yang diperkirakan era SCS masih dapat dijumpai di sini, salah satunya adalah gudang penyangga persediaan pupuk milik PT Petro Kimia Gresik (berdasarkan papan nama yang kami baca), tetapi apakah itu masih berfungsi atau tidak, kami masih mencari tahu jawabannya. Puluhan kapal bersandar di dermaga, lengang sekali suasananya.

Kami bergerak menuju Tempat Pelelangan Ikan Pelabuhan Tegal. Kegiatan bongkar muat, transaksi lelang, dan rupa - rupa jenis ikan laut tangkapan nelayan dapat disaksikan di sini. Yang menarik bagi kami adalah, dalam keadaan beku ikan sudah dikemas plastik sejak turun dari kapal, kebersihan area dermaga dan pelelangan ikan relatif terjaga baik, dan keramahan komunitas nelayan serta pekerja pelabuhan. Jika saja tersedia semacam pusat kuliner olahan ikan laut seperti pondok ikan bakar bernuansa kompleks pergudangan era SCS tempo doeloe, tentu menarik pengunjung.

Rehat sejenak, kami menikmati sepincuk blendung, alu - alu, dan ketan, sajian seorang nenek di trotoar seberang perempatan Yogya Mal. Blendung adalah jagung pipilan yang dikukus lalu dimakan dengan kelapa parut. Alu-alu mirip lupis, disiram dengan gula Jawa cair. Semua disajikan dalam kemasan pincuk yang sangat tradisional.

Perjalanan diakhiri di kompleks Pasar Loak, tak jauh dari Kompleks Balai Yasa Tegal. Macam - macam onderdil serta komponen otomotif dan sepeda tua ada di sini. Tak jauh dari sini banyak sekali didapati kompleks perumahan tempo doeloe milik eks pegawai kereta api era SCS.

Gowes Onthel Ziarah Spoor SCS Tegal, 11-12 Maret 2017 diakhiri dengan santap siang bersama keluarga Bpk H Saefudin Zuhri. Kami berpamitan untuk kembali ke Stasiun Tegal dan selanjutnya kembali ke Jakarta,diantar KA no 211 Tegal Ekspres dengan sejuta kesan.

Sampai jumpa pada peziarahan spoor berikut bersama Ziarah Spoor Barito Guide.

Comments


Activities
Last Update
File
Tags
Follow Us
  • ziarahspoor baritoguide
  • ziarahspoor baritoguide
  • ziarahspoor baritoguide

© 2017 Ziarah Spoor Barito Guide

bottom of page